Biar Tak Gampang Masuk Angin, Baiknya Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh Segera Mengundurkan Diri

0
276

YLBHI-LBH Banda Aceh sangat menyayangkan pernyataan Komnas HAM Perwakilan Aceh yang menyatakan ada koordinasi antara Komnas HAM Perwakilan Aceh dan Kodam IM terkait sengketa tanah warga Asrama Dewan Revolusi. Komnas HAM Perwakilan Aceh seharusnya memahami maksud dari kata koordinasi sesuai dengan konteksnya, jangan hanya asal bicara. Apa yang dilakukan Komnas HAM dan Kodam IM dalam konteks ini tidak dapat disebut dengan koordinasi.

Ketika seseorang melaporkan dugaan tindak pidana kepada kepolisian. Pihak kepolisian kemudian menindaklanjuti laporan dengan memanggil pihak yang dilaporkan untuk diperiksa, dimintai keterangan, atau untuk diupayakan restorative justice melalui mediasi. Hubungan antara petugas kepolisian dengan terlapor dalam konteks itu tidak dapat dimaknai sebagai hubungan kordinasi, karena pihak yang dipanggil adalah pihak yang menjadi terlapor atau terperiksa.

Demikian pula dalam kasus ini, dimana warga berkedudukan sebagai pengadu, sementara Kodam IM berkedudukan sebagai teradu. Ketika Kodam IM sebagai teradu diundang oleh Komnas HAM dalam rangka pemeriksaan atau penyelesaian pengaduan, maka dalam konteks ini, hubungan antara Komnas HAM dengan Kodam IM bukanlah suatu hubungan yang koordinatif. Oleh karena itu, Komnas HAM tidak boleh sembarangan mengatakan telah ada koordinasi. Apalagi kata koordinasi digunakan kepada pihak yang menjadi teradu. Hal itu akan membiaskan pemahaman publlik dan dapat menimbulkan kesan adanya persekongkolan antara Komnas HAM Perwakilan Aceh dengan Kodam IM.

YLBHI-LBH Banda Aceh juga membantah pernyataan Komnas HAM Perwakilan Aceh yang menyatakan warga tidak bersedia hadir ketika diundang untuk mediasi. Baik warga maupun LBH Banda Aceh selaku kuasa hukum warga, sama sekali tidak pernah menerima undangan mediasi dari Komnas HAM.

Mediasi yang diupayakan Komnas HAM Perwakilan Aceh juga diduga melanggar prosedur yang ditentukan. Menurut ketentuan Pasal 20 Peraturan Komnas HAM Nomor 001/KOMNAS HAM/IX/2010 tentang Standar Operasional Prosedur Mediasi Hak Asasi Manusia (Peraturan Komnas HAM Nomor 1 Tahun 2010), sebelum melakukan mediasi, Komnas HAM terlebih dahulu mempersiapkan draft surat pernyataan tertulis yang berisi kesediaan para pihak untuk dimediasi. Mediasi baru dapat dilakukan setelah adanya pernyataan tertulis dari para pihak bersengketa mengenai kesediannya untuk mediasi. Dalam hal ini Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak pernah meminta persetujuan warga untuk dimediasi.

Lebih lanjut, Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 huruf e Peraturan Komnas HAM Nomor 1 Tahun 2010 menentukan, dalam hal mediasi tidak dapat dilakukan atau penyelesaian sengketa dihentikan/ditutup, maka Komnas HAM harus memberitahukannya kepada pengadu. Surat pemberitahuan itu juga tidak pernah diberikan Komnas HAM Perwakilan Aceh kepada warga maupun kuasa hukum. Oleh karena itu, warga tidak pernah mengetahui bagaimana perkembangan tindak lanjut pengaduannya, karena memang tidak pernah diberitahu oleh Komnas HAM Perwakilan Aceh.

Perlu diketahui pula, penyelesaian pengaduan oleh Komnas HAM tidak melulu harus diselesaikan melalui mediasi. Komnas HAM juga berwenang untuk menerbitkan rekomendasi terhadap pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Termasuk misalnya rekomendasi agar tidak dilakukannya penggusuran sepihak sampai dengan selesainya proses hukum yang tengah ditempuh warga.

Dalam waktu dekat YLBHI-LBH Banda Aceh akan meminta Komnas HAM RI untuk mengevaluasi kinerja Komnas HAM Perwakilan Aceh. Kami menganggap Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak professional dan tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Banyak kasus yang dilaporkan LBH Banda Aceh kepada Komnas HAM Perwakilan Aceh yang tidak jelas perkembangannya.

Komnas HAM Perwakilan Aceh juga tidak sensitif dalam menangani persoalan HAM yang dihadapi masyarakat, serta bersikap permisif terhadap dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat negara. Oleh karenanya, Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak mampu mengambil langkah-langkah yang progresif dalam melindungi HAM masyarakat. Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak dapat memahami bahwa keberpihakan terhadap orang-orang lemah dan marjinal merupakan suatu yang wajib diperhatikan dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM. Tanpa keberpihakan itu, perlindungan HAM masyarakat lemah hanya akan menjadi omong kosong.

Kami juga akan meminta Komnas HAM RI untuk mengevaluasi kinerja pejabat-pejabat Komnas HAM Perwakilan Aceh, terutama Ketuanya. Terlebih Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama, sudah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh sejak tahun 2003. Itu artinya yang bersangkutan telah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM Perwakilan Aceh selama lebih kurang 20 tahun. Keadaan itu tidak sehat bagi perkembangan roda institusi yang bergerak dalam bidang hak asasi manusia seperti Komnas HAM. Perlu ada penyegaran dalam tubuh Komnas HAM Perwakilan Aceh agar roda organisasi tetap dapat berjalan sehat dan tidak gampang “masuk angin”. Kami mempersilahkan yang bersangkutan untuk menudurkan diri secara sukarela apabila yang bersangkutan sadar diri. Hal tersebut kiranya akan menjadi contoh baik bagi pejabat-pejabat publik yang lain.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here