PT Cemerlang Abadi: Memetik Untung di Luar HGU tanpa Izin Lingkungan dan tanpa IUP

0
559

Surat Hak Guna Usaha (SHGU) Nomor 1 untuk PT Cemerlang Abadi terbit pada 18 Oktober 1990 dengan luas 7.516 hektare dan berakhir pada 31 Desember 2017.

Perusahaan ini diduga telah beroperasi sebelum mengantongi HGU. Pada 1989, perusahaan yang berkantor pusat di Jalan Platina I Nomor 48 A, Kota Medan, Sumatera Utara, ini, telah melakukan land clearing.

PT Cemerlang Abadi memasang patok HGU di sawah, kebun pinang, pemukiman warga di Gampong Seulatan Jaya, Simpang Gadeng, dan Cot Seumantok, Ie Mirah, Lhok Gayo, Rukoen Damee, dan Blang Raja, hingga ke pekarangan Masjid Alue Mentri. Karena itu, hingga saat ini tak ada satu bidang tanah, baik tanah rumah, kebun, maupun sawah warga, di gampong-gampong ini bersertifikat karena tanah-tanah tersebut masuk ke dalam HGU PT Cemerlang Abadi.

Pada 11 Juli 2016, karena HGU akan berakhir pada 31 Desember 2017, PT Cemerlang Abadi mengajukan permohonan perpanjangan HGU pada Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh.

Perusahaan ini bersedia melepaskan sisa luas HGU 2.668,82 hektare, yang sebelumnya memang masuk ke pemukiman penduduk dan sejumlah fasilitas publik lainnya, dengan Surat Pernyataan Penanggalan/Pelepasan Hak atas Tanah tanggal 1 Oktober 2016.

Dalam surat Kementerian ATR/BPN Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Nomor 358/19.3-400/XI/2018 tanggal 19 November 2018 mengenai hasil penelitian lapangan dan pengukuran secara fotogrametris dengan menggunakan drone, diketahui bahwa areal yang dapat dipertimbangkan untuk diberikan perpanjangan HGU seluas 2.002,22 hektare dengan rincian: sawit terawat seluas 1.681,1 hektare, emplacement seluas 12,25 hektare, dan sawit yang baru ditanam seluas 308,76 hektare.

2.002,22 hektare inilah yang kemudian tertera di dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 tentang Perpanjangan jangka waktu HGU atas nama PT Cemerlang Abadi atas Tanah di Kabupaten Aceh Barat Daya Tanggal 29 Maret 2019.

Sisanya, 2.668,82 hektare yang telah dienclave pada 1 Agustus 2016 dan 2.847,18 hektare yang telah dihapus atau dikeluarkan dari perpanjangan HGU pada 2019—akan diperuntukkan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan 960 hektare lainnya akan diperuntukkan sebagai lahan plasma masyarakat.

Tapi, PT Cemerlang Abadi menggugat SK menteri itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 19 Juni 2019. PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT Cemerlang Abadi dengan putusan Nomor 126/G/2019/PTUNJKT tanggal 3 Oktober 2019. Di tingkat banding, putusan tersebut dikuatkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan Putusan Nomor 339/B/2019/PT.TUN.JKT tanggal 11 Februari.

Kementerian ATR/BPN mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan MA melalui Putusan Nomor 410 K/TUN/2020 tanggal 28 September 2020 mengabulkan permohonan kasasi Kementerian ATR/BPN dengan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan Putusan Nomor 339/B/2019/PT.TUN.JKT tanggal 11 Februari 2020, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 126/G/2019/PTUN-JKT tanggal 3 Oktober 2019. Dalam putusannya dalam tingkat kasasi, MA menyatakan gugatan yang diajukan oleh PT CA dinyatakan tidak dapat diterima

MA juga menolak pemohonan peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan PT Cemerlang Abadi lewat putusan Nomor 65 PK/TUN/2022 pada 31 Maret 2022.

Meski telah berkekuatan hukum tetap, PT Cemerlang Abadi tetap bersikukuh bahwa HGU perusahaan ini adalah 4.847,18 hektare.

PT Cemerlang Abadi melaporkan Menteri ATR/BPN pada polisi atas dugaan pemalsuan data. Perusahaan ini terkesan mengancam Kementerian ATR/BPN: perusahaan tidak akan melaporkan Menteri ATR/BPN ke polisi apabila HGU yang diberikan adalah 4.847,18 hektare, di mana 847 hektare di antaranya akan dijadikan sebagai lahan plasma. Dengan kata lain, perusahaan ini menekan Kementerian ATR/BPN untuk menerbitkan perpanjangan HGU seluas 4.000 hektare.

Tim penyidik Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan lapangan di lahan seluas 4.847,18 hektare tersebut. Hal inilah yang membuat PT Cemerlang Abadi, sejak 2018 hingga awal 2023, masih memetik keuntungan di atas lahan seluas 2.847,18 hektare yang dikeluarkan dari perpanjangan HGU sejak 2019.

Personel polisi yang bertugas di Bareskrim Mabes Polri diduga menekan BPN untuk tidak menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap, tapi menunggu hasil proses penyelidikan dan penyidikan pidana yang dilaporkan PT Cemerlang Abadi rampung dan memiliki berkekuatan hukum tetap.

Koordinator kebun PT Cemerlang Abadi, Agus Marhelis, mengatakan tim penyidik Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan lapangan di lahan seluas 4.847,18 hektare dan menemukan adanya fakta bahwa lahan yang dikeluarkan atau dikurangi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN pada kenyataannya adalah benar-benar areal yang PT Cemerlang Abadi kuasai dan sampai saat ini tanaman kelapa sawit di atas areal lahan tersebut masih menghasilkan.

”Secara hukum lahan tersebut harus tetap kami kuasai agar barang bukti dalam laporan pidana tersebut tidak dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sehingga patut dan selayaknyalah bagi seluruh pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan atas laporan polisi tersebut,” kata Agus, Selasa, 14 Maret 2023.

Karena itu, Kantor BPN Abdya dan Dinas Pertanahan Abya baru mengindentifikasi penguasaan fisik 2.668,82 hektare lahan yang telah dienclave PT Cemerlang Abadi sebelum lahan tersebut menjadi objek TORA. Mereka tak menyentuh 2.847,18 hektare lahan yang dikeluarkan dari perpanjangan HGU PT Cemerlang Abadi pada 2019 lalu.

Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, menyebutkan bahwa pernyataan Koordinar Kebun PT Cemerlang Abadi, Agus Marhelis, keliru. Kata Muhammad Qodrat, hukum administrasi negara mengenal asas presumptio iustae causa. Menurut asas ini, sebutnya, suatu keputusan administrasi negara harus dianggap benar sampai adanya pembatalan terhadap keputusan tersebut.

“Oleh karenanya, HGU PT Cemerlang Abadi yang berlaku secara sah untuk saat ini adalah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 tanggal 29 Maret 2019, yaitu seluas 2.002,22 hektare. Tidak ada alasan yang sah secara hukum bagi PT Cemerlang Abadi untuk mengelola lahan di luar areal HGU yang telah ditetapkan tersebut,” katanya, dalam konferensi pers di Kantor YLBHI-Banda Aceh, Rabu, 24 Mei 2023.

Terlebih, sebut Muhammad Qodrat lagi, gugatan PT Cemerlang Abadi terhadap penerbitan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 tanggal 29 Maret 2019 telah dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Agung dan belum ada satu pun penetapan ataupun putusan pengadilan yang membatalkan Surat Keputusan tersebut.

Selain itu, dalam diktum Ketujuh Surat Keputusan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 disebutkan bahwa PT Cemerlang Abadi wajib mendaftarkan keputusan perpanjangan HGU dan membayar tarif pelayanan pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Barat Daya paling lambat dalam waktu tiga bulan sejak tanggal diterbitkannya Keputusan.

“Akan tetapi, setelah jangka waktu yang ditentukan berakhir, PT Cemerlang Abadi tidak pernah melaksanakan kewajibannya. Menurut ketentuan Pasal 200 ayat (1) huruf a dan b serta Pasal 200 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, setiap penerima hak atas tanah harus memenuhi kewajiban mendaftarkan keputusan penetapan hak atas tanah serta membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNB). Dalam hal kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka keputusan pemberian hak dinyatakan batal, kata Muhammad Qodrat.

Alasan PT Cemerlang Abadi yang tetap menguasai lahan di luar HGU seluas 2.002,22 hektare agar barang bukti dalam laporan pidana tidak dirusak bukan alasan yang sah secara hukum.

“Alasan itu hanyalah akal-akalan PT Cemerlang Abadi saja untuk tetap menguasai lahan yang permohonan perpanjangan HGU-nya ditolak. Laporan pidana seharusnya tidak boleh dijadikan alas hak oleh PT Cemerlang Abadi untuk tetap menguasai lahan seluas 4.847,18 hektare. Terlebih lagi, Kejaksaan Tinggi Aceh tengah melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit PT Cemerlang Abadi. Indikasi kerugian negara dalam kasus itu mencapai RP 184 miliar,” tuturnya.

Di satu sisi, apabila PT Cemerlang Abadi terus dibiarkan menguasai HGU di luar haknya, kerugian negara akan semakin membengkak. Di sisi lain, jika Cemerlang Abadi tetap dibiarkan menguasai lahan bekas HGU-nya itu, mereka akan dengan mudah menghilangkan alat bukti dan menyulitkan Kejaksaan Tinggi Aceh dalam melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan PT Cemerlag Abadi.

“YLBHI-LBH Banda Aceh mendesak PT Cemerlang Abadi untuk tidak melanjutkan perbuatan melawan hukumnya dengan menguasai lahan di luar HGU yang telah ditetapkan. Kami juga meminta kepada Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional untuk segera menegur dan mengevaluasi PT Cemerlang Abadi. Apabila terbukti adanya pelanggaran, PT Cemerlang Abadi harus diberikan sanksi tegas agar tidak menjadi contoh buruk bagi perusahaan perkebunan lainnya yang ada di Indonesia, khususnya Aceh,” kata Muhammad Qodrat.

Mengkriminalisasi warga

PT Cemerlang Abadi juga mengkriminalisasi warga. Pada 5 Agustus 2021, warga memasuki areal PT Cemerlang Abadi untuk membersihkan lahan yang selama puluhan tahun ditelantarkan perusahaan tersebut dan telah dikeluarkan dari HGU: dari lahan di sepanjang jalan P.0 hingga P.14 dan di lahan di sepanjang jalan K.0 hingga K.6. Tapi mereka diusir, jembatan dan gubuk yang mereka bangun dirobohkan, serta peralatan kerja mereka dirampas.

“Satu mesin chainsaw saya yang dirampas di K.4/P.9 Jalan Indah Jaya sampai saat ini masih berada di Polres Abdya,” kata Mutaqin, 55 tahun, warga Gampong Drien Beurembang, Kecamatan Kuala Batee, Senin, 16 Januari 2023.

Zainal Abidin, warga Gampong Blang Makmur, Kecamatan Kuala Batee, juga mengatakan bahwa ban sepeda motor dan selang bensin sepada motornya dirusak saat dirinya sedang membersihkan lahan PT Cemerlang Abadi areal K.3/P.4 Jalan Indah Jaya yang telah dikeluarkan dari HGU perusahaan tersebut. “Saya juga dikeroyok Satpam PT CA (Cemerlang Abadi),” kata Zainal, Senin, 16 Januari 2023.

Kata Zainal, lahan-lahan PT Cemerlang Abadi yang terbentang dari K.0 di sebelah barat hingga ke K.6 di sebelah timur dan dari P.0 di sebelah selatan hingga ke P.14 di sebelah utara adalah lahan-lahan PT Cemerlang Abadi yang telah dikeluarkan dari HGU perusahaan itu. “Panjang jalan di dalam kebun dari K.0 ke K.6 adalah 5,5 kilometer, dan panjang jalan di dalam kebun dari P.0 ke P.14 juga 5,5 kilometer. 5,5 kali 5,5,” tutur Zainal. “Lahan-lahan di sana adalah hutan belantara. Sebagian memang ada ditanami kelapa sawit baru-baru ini. Kami menyebutnya lahan 28 atau lahan 2.800 hektare.”

Personel Brimob yang menjaga perusahaan itu juga melepaskan enam tembakan ke tanah di areal K.3/P.4 Jalan Indah Jaya.

Kebun kelapa sawit PT Cemerlang Abadi saling bersebelahan dengan PT Dua Perkasa Lestari. Personel Brimob tidak hanya berada di pos penjagaan PT Cemerlang Abadi di Gampong Alue Jerjak, Kecamatan Babah Rot, tapi juga di pos penjagaan PT Dua Perkasa Lestari.

Senin, 21 November 2022, M Doli YT, 70 tahun, warga Gampong Seulatan Jaya, Kecamatan Babahrot, memenuhi panggilan penyidik di Mapolda Aceh karena pada 20 Oktober 2022, dia dilaporkan telah melakukan tindak pidana penyerobotan tanah, perusakan, dan pengusaan tanah tanpa hak di lahan PT Cemerlang Abadi.

“Gara-gara saya membagikan lahan PT CA pada warga, saya dipanggil ke Polda,” kata pria yang menjabat sebagai Ketua Seunebok Karya Abadi Leubok Raja. “Pada penyidik saya katakan, tanah yang akan saya bagi-bagi itu adalah lahan yang sudah dikeluarkan dari HGU PT Cemerlang Abadi dan untuk cetak sawah baru.”

Sejak saat itu, Doli tak pernah lagi dipanggil penyidik di Mapolda Aceh. Doli meninggal dunia pada 3 April 2023.

Tanpa izin lingkungan dan tanpa IUP

Terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/2019 mengenai Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian pada 14 Januari 2019 hanya berselang dua bulan sebelum terbitnya Surat Keputusan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 tentang Perpanjangan jangka waktu HGU atas nama PT Cemerlang Abadi atas Tanah di Kabupaten Aceh Barat Daya Tanggal 29 Maret 2019.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/2019 mengenai Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian mengatur badan usaha budi daya tanaman perkebunan harus menyampaikan komitmen ketentuan persyaratan izin perkebunan, antara lain: izin lokasi, izin lingkungan, rekomendasi kesesuaian dengan perencanaan pembangunan perkebunan kabupaten/kota dari bupati/wali kota, rekomendasi kesesuaian dengan perencanaan pembangunan perkebunan provinsi dari gubernur, izin pelepasan kawasan hutan, jika areal yang diminta berasal dari kawasan hutan, dan hak guna usaha.

PT Cemerlang Abadi diduga tidak mengantongi izin lingkungan. Hal itu terkonfirmasi dari keterangan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan (DLHK) Aceh. DLHK Aceh tidak memiliki dokumen AMDAL atau UKL-UPL PT Cemerlang Abadi.

Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distanpan) Abdya, drh Nasruddin, mengatakan sejak berakhirnya HGU PT Cemerlang Abadi pada 31 Desember 2017, pihaknya tidak menerbitkan satu pun dokumen rekomandasi terkait perpanjangan izin usaha perkebunan (IUP) budidaya kelapa sawit PT Cemerlang Abadi.

“Dan kami juga tidak menerima tembusan IUP PT Cemerlang Abadi,” kata drh Nasruddin, Senin, 22 Mei 2023.

Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, mengatakan tindakan PT Cemerlang Abadi yang menjalankan usaha perkebunan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan dan izin usaha perkebunan adalah suatu tindak pidana. Menurut ketentuan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, katanya, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun, serta denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar.

Selanjutnya, katanya, berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, izin lingkungan adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin usaha perkebunan.

“Apabila PT Cemerlang Abadi tidak memiliki izin lingkungan, hampir dapat dipastikan PT Cemerlang Abadi juga tidak mengantongi izin usaha perkebunan. Tindakan PT Cemerlang Abadi yang menjalankan usaha perkebunannya tanpa dilengkapi dengan izin usaha perkebunan diancam pidana berdasarkan Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Baru-baru ini, penyidik pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah meningkatkan status kasus korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di atas tanah negara yang dilakukan PT Cemerlang Abadi dari penyelidikan ke penyidikan.

Indikasi nilai kerugian negara dari pengelola tanah negara untuk perkebunan sawit PT Cemerlang Abadi secara ilegal mencapai Rp184 miliar.

Rp 184 miliar ini adalah akumulasi keuntungan dari hasil penjualan tandan buah segar (TBS) sawit secara ilegal di atas tanah negara seluas 4.551 hektare meski luas lahan dalam perpanjangan HGU dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25/HGU/KEM-ATR/BPN/III/2019 tentang Perpanjangan jangka waktu HGU atas nama PT Cemerlang Abadi atas Tanah di Kabupaten Aceh Barat Daya Tanggal 29 Maret 2019 hanyalah 2.002,22 hektare.[]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here