Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh melayangkan surat protes ke Polda Aceh karena penangkapan 11 warga Aceh Tamiang. Surat protes tersebut dilayangkan pada Sabtu, 21 Februari 2015. Selain kepada Polda Aceh, surat protes tersebut juga dilayangkan ke Mabes Polri di Jakarta.
Koordinator tim kuasa hukum 11 warga Tamiang dari LBH Banda Aceh, Candra Darusman, menyatakan penangkapan terhadap warga tersebut adalah bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh polisi terhadap masyarakat yang sedang menuntut haknya.
Candra menjelaskan, bentuk kriminalisasi tersebut adalah penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya pasal 43 yang menyebutkan bahwa setiap orang tidak boleh ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang.
“Penyidik tidak konsisten dalam penerapan pasal yang disangkakan dalam Surat Perintah Penangkapan, Surat Perintah Penahanan, bahkan dalam surat panggilan sebagai saksi sebelum para tersangka ditangkap dan ditahan di Polda Aceh,” kata Candra Darusman, Sabtu, 21 Februari 2015.
Dari seluruh pasal yang disangkakan, kata Candra, tidak satupun pasal yang secara jelas menyebut ayat yang disangkakan. “Ini menunjukkan tindak pidana yang disangkakan tidak terpenuhi unsurnya dan tidak memiliki bukti permulaan yang cukup,” kata Candra.
Candra Darusman juga mengatakan tindakan penangkapan dan penahanan 11 warga Tamiang oleh Polda Aceh bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, khusunya pasal 17 yang menegaskan bahwa penangkapan seseorang harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
LBH Banda Aceh meminta kepada Kapolri untuk segera menghentikan proses kriminalisasi terhadap 11 warga Tamiang tersebut. LBH juga meminta kepada Kapolri untuk memproses secara hukum anggota Polda Aceh yang terlibat dalam kriminalisasi warga Tamiang.[]