Banjir datang tak mengenal musim di Desa Cot Mee. Bisa datang berkali-kali dalam setahun, derita yang ditanggung warga dari tahun ke tahun. Cot Mee adalah satu desa di Kecamatan Tadu Raya, Kabupaten Nagan Raya. Desa yang sepuluh tahun lebih tanah ulayatnya dirampas perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Fajar Baizury & Brother’s, tanpa ada penyelesaian yang jelas hingga kini.
Sementara warga bergerak menuntut hak desanya ke pelbagai pihak, banjir yang datang dari belakang kampung mengepung mereka menyisakan penderitaan yang seolah-olah tak pernah mengenal kata tamat. Perkebunan warga rusak. Harapan hasil panen untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, tumpas di depan mata. Tak hanya itu. Banjir yang kerap meluap hingga pemukiman membawa biang beragam penyakit kulit. Belum pulih gatal dari banjir sebelumnya, warga dipaksa menggaruk gatal-gatal baru paska banjir berikutnya.
Bagi pemerintahan desa, memperjuangkan tanahnya dari rampasan perusahaan adalah satu hal. Tapi persoalan memperbaiki jalan-jalan yang rusak akibat banjir menjadi rutinitas darurat yang setiap tahun menyerap perhatian dan energi, terlebih lagi menyerap dana yang semula diperuntukkan bagi jalannya program pemerintahan.
Adalah kanal pembuangan yang dibuka oleh perusahaan PT. Fajar Baizury & Brother’s sumber datangnya banjir di Desa Cot Mee. Titik pembukaannya bermula di lahan rampasan yang kini masuk dalam afdeling VI perusahaan. Kemudian mengular di sepanjang wilayah desa, di antara lahan perkebunan warga.
Perampasan tanah ulayat dan pembukaan kanal berikut imbas yang dialami warga Cot Mee tak ubahnya penegas bahwa gadang-gadang kehadiran PT. Fajar Baizury & Brother’s untuk kesejahteraan orang sekitar hanyalah isapan jempol. Perihal kenapa Desa Cot Mee terus bergerak dalam ikhtiar memperjuangkan haknya sembari berupaya secara mandiri menanggulangi banjir yang mengancam tanpa kenal musim.