LBH : Penembakan Beurijuek di Area SPBU, Sangat Membahayakan Keselamatan Umum

0
816
LBH Banda Aceh

Lhokseumawe – Terkait insiden tewasnya Junaidi (30) alias Beurijuek yang ditembak oleh aparat kepolisian di SPBU Batuphat, kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, Kamis (27/8/2015) kemarin, Fauzan, SH yang merupakan Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Lhokseumawe Fauzan, SH mengatakan polisi harus mengdepankan aturan yang berlaku di Indonesia, hal ini diungkapkan pada Jumat, (28/8/2015).

“Polisi harus mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) dan asas hukum Praduga Tak Bersalah (Presumtion of Innocence) serta prinsip-prinsip yang terkandung dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yaitu prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas serta masuk akal (reasonable),” kata Fauzan.

Lanjut Fauzan, dalam kasus penembakan Beurijuek, mengeluarkan tembakan di tempat tersebut tentu sangat membahayakan keselamatan umum karena berada dalam area SPBU, yang dapat menimbulkan ledakan besar sehingga menyebabkan hilangnya nyawa masyarakat di sekitar SPBU.

Ungkapnya lagi, dalam Perkab No.1 Tahun 2009 jelas mengatur bahwa polisi dalam menggunakan kekuatan dengan kendali senjata api dilakukan ketika pelaku kejahatan secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi Polri atau masyarakat, maka polisi dapat melakukan tembakan peringatan ke udara atau ke tanah dengan kehati-hatian yang tinggi.

Tambah Fauzan, hal tersebut juga telah diatur dalam Protap Kapolri Nomor : 1/X2010 tentang Penanggulangan Anarki, dalam Protap tersebut mengatur tentang cara bertindak terhadap sasaran gangguan nyata, yang mana apabila personel dalam ikatan satuan menghadapi gerakan nyata, cara yang dilakukan adalah apabila pelaku tidak mengindahkan perintah petugas, maka segera dilakukan tindakan melumpuhkan dengan cara tembakan ke arah yang tidak membahayakan, apabila pelaku belum juga mengindahkan tembakan peringatan tersebut maka dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yang tidak mematikan.

“Dalam kasus penembakan ini, Beurijuek tidak membawa senjata api, sehingga polisi seharusnya tidak menembak mati. Melainkan cukup melumpuhkan dengan cara menembak di kakinya ketika tembakan peringatan tidak diindahkan,” imbuh Fauzan.

Tambah Fauzan lagi, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kombes Pol. Teuku Saladin SH selaku Kabid Humas Polda Aceh yang mengatakan bahwa “polisi akan terus memburu mereka sampai tertangkap”, hal tersebut harus diartikan bahwa ketika anggota Din Minimi tidak melakukan perlawanan dengan senjata api maka harus ditangkap bukan menembak mati.

“Pasal 28A UUD 1945 telah menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Bahkan dalam pasal 28I ayat (1) menegaskan bahwa hak untuk hidup adalah satu dari tujuh hak asasi manusia yang oleh UUD 1945 dinyatakan sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-dorogable rights),” tutup Fauzan mengakhiri pernyataannya.

Copyright by : http://www.juangnews.com


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here