Perkara tindak pidana penganiayaan yang diduga kuat telah dilakukan oleh anggota kepolisian Polres Aceh Barat terhadap Winanda Agustiar (23), mahasiswa, pada Minggu, 3 Mei 2015, telah dihentikan proses hukumnya oleh Kepolisian Resor Aceh Barat. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam pertemuan yang berlangsung pada Minggu, 31 Mei 2015 di rumah keluarga korban. Dalam pertemuan itu, pihak Kepolisian yang dipimpin oleh Wakapolres Aceh Barat menyodorkan surat perdamaian dan surat pencabutan perkara untuk ditandatangani oleh keluarga korban. Dan, kepolisian juga menyatakan bahwa dengan ditandatanganinya surat-surat tersebut, maka segala proses hukum terkait dengan kasus ini berhenti dan tidak dilanjutkan.
Sebagai lembaga yang fokus pada upaya penegakan hukum dan HAM, LBH Banda Aceh Pos Meulaboh sangat menyesalkan sikap Kepolisian Resor Aceh Barat yang tidak konsisten dalam melakukan penegakan hukum. Seharusnya, pihak kepolisian paham dan taat pada mandat undang-undang dan aturan hukum yang berlaku dalam melakukan kerja-kerja penegakan hukum dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia dan prinsip keadilan. Bukan justru bukan melakukan tindakan yang membodohi publik seolah-olah dengan adanya perdamaian maka pertanggungjawaban pidana menjadi terhapus.
Kepolisian Aceh Barat harusnya paham bahwa hukum pidana adalah hukum publik. Konsekuensi dari sifat hukum pidana sebagai hukum publik adalah, bahwa pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana akan diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Sebagai hukum publik, maka tidak diperkenankan penyelesaian masalah untuk dilakukan oleh kedua belah pihak saja (pihak korban dengan pihak pelaku). Apalagi dalam perkara ini, pelakunya adalah anggota kepolisian yang seharusnya menjadi pihak yang menjalankan fungsi perlindungan, penganyoman dan pelayanan bagi masyarakat serta penegakan hukum. Jadi, sungguhpun terjadi perdamaian, maka perdamaian itu tidak mengakhiri rangkaian proses penegakan hukum.
Salah satu fungsi yang wajib dijalankan oleh institusi kepolisian adalah fungsi penegakan hukum. Hal ini secara konkrit diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Hukum harus ditegakkan pada semua subjek hukum, karena setiap orang sama di hadapan hukum. Prilaku aparat penegak hukum seperti ini semakin membuat kepercayaan publik terhadap hukum menjadi semakin lemah dan hakikatnya dapat dipandang sebagai tindakan yang merendahkan martabat hukum. Tentu ini akan menjadi preseden buruk dalam proses mewujudkan penegakan hukum dan keadilan.
Oleh karena itu, LBH Banda Aceh Pos Meulaboh dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut :
- Mendesak Kepolisian Resor Aceh Barat untuk tetap konsisten dalam melakukan penegakan hukum terkait dengan adanya dugaan tindak pidana yang diduga kuat telah dilakukan oleh 8 anggota kepolisian Polres Aceh barat terhadap Winanda Agustiar, pada 3 Mei 2015 yang lalu secara transparant, profesional, proporsional dengan mengedepankan perlindungan hak-hak korban, serta menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
- Mendesak Kepala Kepolisian Daerah Aceh, Kepala Kepolisian RI dan masyarakat untuk mengawasi dan memonitoring kinerja Kepolisian Resor Aceh Barat dalam melakukan penegakan hukum terhadap kasus ini.
- Apabila Kepolisian Resor Aceh Barat tidak melakukan proses penegakan hukum dalam perkara ini menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka LBH Banda Aceh Pos Meulaboh akan menempuh upaya hukum sesuai dengan mekanisme dan tatacara yang diatur menurut hukum hingga hak keadilan bagi korban tetap terwujud.
Meulaboh, 1 Juni 2015
Koordinator, dto CHANDRA DARUSMAN S, S.H., M.H 082164071935