PERS RELEASE : SIPIR PELAKU PENGANIAYAAN TERHADAP WARGA BINAAN DI LP KELAS II B MEULABOH WAJIB DIPROSES SECARA HUKUM

0
1172

Sebagaimana diberitakan harian Serambi Indonesia (11/2015), publik kembali dikejutkan dengan adanya kasus kekerasan yang terjadi di LP Kelas II B Meulaboh yang dilakukan oleh oknum sipir terhadap Roma Farma (22),  warga binaan yang sedang menjalani hukuman di LP tersebut. Kasus ini mengingatkan kita semua bahwa ini bukanlah kali pertama terjadinya kasus serupa di LP Kelas II B Meulaboh.


Awal Januari 2014, seorang warga binaan di LP kelas II B Meulaboh yang benama Ade Saswito meninggal dunia. Meninggalnya Ade diduga kuat karena adanya tindakan kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh petugas Lapas setempat. Hingga saat ini proses hukum untuk kasus kematian Ade masih berjalan dan pemeriksaan Terdakwa di muka persidangan belum selesai. Selain itu, pada Agustus 2014, seorang warga binaan lain yang berinisial AW (42) juga menjadi korban tindakan penganiayaan oleh oknum petugas Lapas.


Terjadinya tindakan kekerasan dan penganiayaan yang berulang terhadap warga binaan yang dilakukan oleh oknum petugas lapas menunjukan adanya kegagalan manajemen dan lemahnya pengawasan secara institusional. Sejumlah peristiwa kekerasan yang terjadi juga memperlihatkan minimnya kualitas pengawasan dan pembinaan dari pimpinan serta rendahnya perspektif penghormatan petugas Lapas terhadap hak asasi manusia warga binaan. Sejatinya, keberadaan Lembaga Pemasyarakatan harusnya mampu menjadi sarana pembinaan terhadap seluruh narapidana; agar pada saat mereka selesai menjalani masa hukuman, mereka dapat hidup dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.


Dalam hal ini,  tindakan kekerasan petugas Lapas merupakan pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia. Petugas Lapas seharusnya paham bahwa tahanan maupun narapidana berhak untuk mendapatkan perlakukan yang layak. Untuk itu, mereka berhak mendapatkan perlindungan hukum dan fisik yang maksimal sebagaimana dijamin oleh Pasal 28G ayat 2 UUD 1945, UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 10 ICCPR (UU No. 5 tahun 2005 tentang Ratifikasi ICCPR), Pasal 30 dan 34 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 2 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (UU No. 5 tahun 1998) yang mengatakan “tidak ada satu alasan pun yang dapat dijadikan sebagai pembenaran dilakukan penyiksaan” serta tindakan ini merupakan tindak pidana kekerasan terhadap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP.


Oleh karena itu, YLBHI-LBH Banda Aceh Pos Meulaboh dengan ini menyatakan hal-hal berikut:

  1. Mendesak Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Kantor Wilayah Aceh untuk segera melakukan pemeriksaan dan memproses secara hukum kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan di Lapas khususnya di Lapas Kelas II B Meulaboh baik terhadap individu maupun kelembagaan;

  2. Mendesak Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Kantor Wilayah Aceh memberikan perlindungan terhadap korban dengan memastikan Korban berada pada situasi dan kondisi yang aman, baik fisik maupun psikologis serta terbebas dari perlakuan-perlakuan yang bersifat kekerasan, pelecehan dan diskriminatif;

  3. Mendesak Kepolisian Resor Aceh Barat untuk memproses kasus ini secara profesional, proporsional dan transparant menurut ketentuan hukum yang berlaku;

  4. Mendesak Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Kantor Wilayah Aceh untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap seluruh Lapas di Aceh agar tidak terjadi tindakan-tindakan unprosedural di seluruh lembaga pemasyarakatan yang ada di Aceh;

  5. Menghimbau dengan sangat kepada masyarakat untuk aktif dalam mengawasi dugaan tindakan kekerasan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan dan melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian maupun kepada pihak berwenang lainnya.


Meulaboh, 11 Juni 2015,

LBH Banda Aceh Pos Meulaboh

Koordinator,


TTD

Chandra Darusman S, S.H., M.H.

082164071935


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here