LEMBAGA Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh menggelar diskusi mengenai Hak Imunitas Advokat di Balai Syarifah Murlina LBH Banda Aceh, di Jalan Sakti, Gampoeng Pango Raya, Banda Aceh, Sabtu siang, 14 Februari 2015. Acara ini dimulai pukul 15.00 dan berakhir pukul 16.30 WIB.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah Ketua DPC Peradi Aceh Zulfikar Sawang, SH, dan pakar Hukum Pidana Unsyiah Dr. Mohd. Din, SH., M.H. Diskusi ini juga dihadiri oleh advokat, aktivis, akademisi kampus, mahasiswa dan para jurnalis. Diskusi ini membicarakan sejauhmana pentingnya hak advokat dalam imunitas dan bagaimana penerapan hak imunitas tersebut terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh advokat.
“Advokat adalah sebagai penyeimbang, yaitu orang-orang yang membela atau biasa disebut pengacara,” ujar Dr Mohd. Din. Ia turut memaparkan sejauh mana imunitas yang dimiliki advokat dan kode etiknya. Sementara Zulfikar Sawang mengupas UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat. Menurut Zulfikar, status advokat adalah sebagai penegak hukum yang bebas, mandiri, tegas dan merupakan sebuah profesi sesuai dengan Undang-Undang. “Bebas dalam artian memiliki tanggungjawab,” katanya.
Diskusi ini turut membahas kasus yang menimpa Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Sebagai advokat, status BW adalah orang yang dikecualikan atau equality before the law. “Advokat berhak menjalankan imunitasnya sesuai dengan kewewenangan advokat yang terdapat dalam Undang-Undang Advokat. Advokat tidak dapat dituntut apabila ia menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik,” kata Zulfikar.
Menurut Zulfikar, BW yang diduga meminta saksi untuk berbohong atau memberikan keterangan palsu dalam pengadilan, tidak dapat dituntut sebelum dilaporkan pada Dewan Kehormatan. “Tetapi soal kasus BW, malah tidak melaporkan pada Dewan Kehormatan terlebih dahulu,” kata Zulfikar.[]
Copyright by : http://atjehpost.co/