BANDA ACEH – Wakil Ketua III DPRA, Dalimi SE Ak mengatakan, pertemuan Komisi I DPRA dengan BPN Aceh, PT Rapala, Pemkab dan DPRK Aceh Tamiang, Selasa (25/8) di DPRA adalah untuk memediasi penyelesaian soal permintaan masyarakat empat desa untuk dikeluarkannya lahan 144 haktare dari HGU PT Rapala. Keempat desa itu yakni, Desa Paya Rehat, Teungki Tinggi, Tanjung Lipat Satu dan Desa Tanjung Lipat Dua, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang.
“Setelah masing-masing pihak menjelaskan pokok permasalahan, maka solusi apa yang akan diambil, harus memuaskan kedua belah pihak,” kata Dalimi kepada Serambi, ketika dimintai penjelasannya usai rapat kerja dengan pihak BPN Aceh, Pemkab dan DPRK Aceh Tamiang, maupun perwakilan masyarakat Sungai Yu, Selasa kemarin.
Dalimi menjelaskan, pertemuan ini dilakukan, sebagai tindak lanjut kunjungan kerja Komisi I DPRA, yang dipimpin Ketuanya Tgk Abdullah Saleh, ke lokasi lahan yang disengketakan, di Desa Sungai Yu, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang. Menurut penjelasan dari perwakilan masyarakat Sungai Yu dan anggota DPRK yang hadir, lahan seluas 144 hektare, yang masuk dalam lahan HGU PT Rapala, minta dikeluarkan dari areal HGU PT Rapala. Alasan masyarakat, lahan tersebut, sudah digarap sebelum ada penerbitan izin HGU kepada PT Parasawita pemilik lahan sebelumnya dan kini telah dialihkan pada PT Rapala sejak tahun 2013. Untuk dikeluarkan lahan itu untuk masyarakat seluas 144 hekater juga sudah pernah diajukan Bupati Aceh Tamiang kepada Kepala BPN RI di Jakarta.
Tapi, permintaan itu ditolak oleh BPN RI sesuai suratnya nomor 2345/14.3-300/VII/2014 tanggal 4 Juli 2014. Namun, apabila masih terdapat keberatan dari pihak lain, dianjurkan untuk diselesaikan secara musyawarah. Dan jika musyawarah tidak tercapai, agar diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Dijelaskan Dalimi, PT Rapala dilaporkan telah melepaskan lahan seluas 34,9 hektare untuk persawahan masyarakat seuas 6 hektare, untuk lokasi pendirian SDN Marlempang seluas 1 hektare dan persawahan, areal pemukiman, jalan umum, parit keliling di wilayah Kampung Tengku Tinggi dan sekitarnya seluas 27,8 hektare.
Sebagai pimpinan DPRA, kata Dalimi, pihaknya masih berharap PT Rapala, mau membuka peluang bagi masyarakat Sungai Yu, untuk memperoleh lahan dari areal 144 hektare tersebut.
“DPRA tidak bisa memaksa PT Rapala untuk melepaskan lahan yang masuk HGUnya tersebut, demi untuk ketenangan perusahaan itu. Kami hanya bisa sekedar menyarankan saja,” ujar Dalimi.
Sementara itu, pengacara PT Rapala yang hadir dalam pertemuan, H Refman Basri SH.MBA mengatakan, pihaknya sangat senang DPRA dan BPN Aceh, Pemkab dan DPRK, mau memediasi penyelesaian sengketa lahan HGU PT Rapala dengan masyarakat Sungai Yu.
Namun begitu, jika dalam penyelesaian ini masyarakat Sungai Yu, tetap bertahan pada pendirian yaitu lahan seluas 144 hektare itu milik mereka, maka PT Rapala mempersilahkan masalah ini diselesaikan melalui jalur hukum saja.
Menurut Refman Basri, PT Rapala sudah cukup melunak selama ini. Dari mulai pembayaran ganti rugi lahan yang disengketakan, sampai kepada pembinaan kepada masyarakat setempat. Tapi, tetap saja, ada kelompok masyarakat yang menyatakan lahan seluas 144 hektare itu, milik mereka.
Ditegaskan, pihak perusahaan telah mempunyai alas hukum yang kuat sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga, jika ada yang mengusik terhadap lahan itu atau aktivitas perusahaan, maka itu perbuatan melawan hukum. “Kalau sudah begitu, jelas akan berurusan dengan aparat penegak hukum pula. Dan ini seharusnya dihindari,” kata Refman Basri kepada Serambi via telepon Selasa kemarin.
Copyright by : http://aceh.tribunnews.com