LBH Aceh Dorong Segera Disahkan Qanun KKR Aceh

0
734

MEULABOH |Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, untuk segera terbentuk KKR di Aceh untuk menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran HAM yang terjadi pada saat konflik.

Hal tersebut dikatakan Direktur LBH Banda Aceh, Mustiqal, saat menggelar diskusi dan kosultasi publik terkait dengan rancangan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, bersama para korban konflik se Pantai Barat Selatan Aceh, di Meulaboh, Selasa (3/12).

Kegiatan tersebut dilakukan, agar para korban pelanggaran HAM memahami tentang KKR dan memberikan masukan terhadap rancangan Qanun KKR Aceh, yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Menurut Mustiqal pihaknya akan terus mendorong untuk segera terbentuk KKR di Aceh untuk menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran HAM yang terjadi pada saat konflik. Proses melahirkan KKR tersebut sudah cukup panjang, mulai sejak pasca MOU dan di sahkan UUPA, yang mengamanahkan adanya KKR di Aceh.

“Dalam UUPA secara tegas disebutkan KKR harus terbentuk setahun setelah disahkannya UUPA. Nah, berangkat dari sana, kita terus mendorong lahirnya KKR untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di Aceh,” ujarnya

Dikatakan Mustiqal, Konflik sangat lama terjadi di Aceh, hampir 32 tahun, tentunya menyisakan berbagai persoalan dan salah satu mekanisme penyelesaian adalah melalui KKR, yang akan mengungkap kebenaran dan adanya pemenuhan hak hak korban serta adanya reparasi.

“LBH sendiri sudah sejak tahun 2008 mendorong agar lahirnya KKR di Aceh, kita juga melakukan kampanye kepada masyarakat agar qanun KKR ini segera disahkan. Penting melibatkan masyarakat korban, agar kehadiran KKR ini bisa menjawab semua persoalan yang dialami oleh korban,” ungkap Mustiqal.

Ia mengaku, ada beberapa masukan dari masyarakat, dalam qanun KKR tersebut harus mengatur adanya perlindungan hukum kepada korban, sehingga korban bisa leluasa mengungkap kebenaran. Kemudian harus adanya koordinasi dengan lembaga Komnas HAM dan menjalin kerjasama dengan lembaga perlindungan saksi (LPSK).

Sementara itu, Anggota DRPA, Abdullah Saleh, salah satu pembicara pada kegiatan tersebut, mengatakan, timbul KKR sudah lama, bahkan pihak LBH pernah menduduki gedung DPRA yang menuntut untuk lahirnya KKR di Aceh. Pada saat itu sudah ada kesepakatan untuk dibahasnya terkait qanun tersebut.

Dikatakanya, ada yang dihadapi dalam proses melahirkan KKR di Aceh. Secara Undang-undang, KKR Aceh bahagian dari KKR nasional, sementara aturan tentang KKR Nasional sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sampai pada akhir tahun 2012 belum ada kejelasan tentang KKR Nasional, tapi mengingat KKR Aceh sifatnya mendesak, maka pada tahun 2013 qanun KKR dibahas di DPRA.

“Qanun KKR sudah dibahas melalui proses yang panjang, yaitu sejak april 2013, menggelar rapat dengar pendapat yang menghadirkan beberapa lembaga yang konsen di bidang HAM,” akuinya.

Lebih lanjut, kata dia, pada Mei 2013 juga mengadakan pertemuan yang mengkaji KKR dari semua aspek dan semua model, karena KKR belum ada bentuk baku, masing-masing Negara berbeda bentuknya. Kemudian ada beberapa kali pertemuan dengan dukungan pihak Komnas HAM.

“Makanya perlu mendalami KKR untuk Aceh seperti apa, yang melibatkan beberapa lembaga terkait dan juga para masyarakat korban, seperti yang dilakukan hari ini dan beberapa hari lalu. Kalau tidak ada dukungan dari semua pihak, akan sulit untuk melahirkan KKR,” ujar Abdullah Saleh.

Ia juga berjanji, tentang masukan dari masyarakat tentang ada perlindungan korban, menjadi perhatian dalam penyusunan qanun KKR Aceh. Pihak DPRA sudah berkoordinasi dengan LPSK terkait perlindungan saksi.(Sumber Liputnews.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here