Banda Aceh – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang untuk Serius menyelesaikan konflik lahan antara masyarakat dengan PT Rapala.
Hal itu disampaikan Chandra Darusman S SH selaku Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Hukum Masyarakat LBH Banda Aceh, Rabu (13/08/2014).
Menurut Candra, konflik lahan antara masyarakat Aceh Tamiang dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Rapala, hingga saat ini terus berlangsung. Sejak 8 Mei 2014 lalu, masyarakat dari kampung Paya Rahat dan Teuku Tinggi (Kecamatan Banda Muli dan Teuku Tinggi) telah melakukan pendudukan lahan sengketa seluas 144 hektar.
Warga, kata Candra, melarang pihak perusahaan untuk masuk ke lahan yang sudah mereka duduki. “Tanah yang diduduki tersebut adalah tanah masyarakat yang diserobot oleh perusahaan pada tahun 1980-an,” ujarnya.
Kapolres Aceh Tamiang AKBP Ricky Sondani, kata dia, pernah memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang yang saat itu dihadiri oleh Asisten I Helmi, DPRK Aceh Tamiang, perusahaan, dan juga masyarakat. Pertemuan tersebut menghasilkan rekomendasi pembentukan tim penyelesaian sengketa oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
Dua hari kemudian, pada tanggal 26 Mei 2014, lanjut Candra, Wakil Bupati Aceh Tamiang Iskandar Zulkarnain mengatakan pemerintah Kabupaten telah membentuk tim penyelesaian sengketa dalam konflik lahan antara masyarakat dengan PT Rapala.
“Tim tersebut terdiri dari BPN, Kepolisian, Kodim 0104 Aceh Timur, DPRK Aceh Tamiang, Kejaksaan Kualasimpang, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Tamiang serta Muspika Banda Mulia dan Bendahara,” jelas Candra.
“Tim ini akan turun ke lokasi mencari fakta-fakta dan mengkaji permintaan warga tersebut,” kata Candra lagi mengutip pernyataan Iskandar Zulkarnain seperti dilansir media pada tanggal 26 Mei 2014.
Namun, tambah Candra, hingga hari ini tim yang sudah dibentuk tersebut belum pernah turun ke lokasi lahan untuk mencari informasi dari masyarakat. Sementara,saat ini masyarakat terus menunggu janji dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Atas kondisi tersebut, tutur Candra, LBH Banda Aceh sebagai kuasa hukum masyarakat menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendesak kepada Tim Penyelesaian Sengketa yang telah dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang untuk segera melakukan kerja-kerja, termasuk untuk turun ke lokasi sengketa guna mencari informasi terkait dan segera merumuskan kebijakan terbaik demi penyelesaian sengketa yang berpihak kepada kepentingan masyarakat.
- Meminta kepada Pemerintah Aceh agar mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang untuk secepatnya menyelesaikan sengketa dengan serius, serta melakukan asistensi kepada Tim penyelesaian sengketa yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang.
“Jika Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang tidak segera menyelesaikan konflik lahan tersebut, kami khawatir akan terjadi bentrok fisik antara masyarakat dengan pihak perusahaan di lapangan,” terang Candra
Bentrok antara warga dan PT Rapala, lanjut Candra, pernah terjadi pada Kamis 26 Juni 2014. Ketika seorang staf PT Rapala berusaha memasuki areal yang diduduki oleh masyarakat. Beruntung bentrok tersebut tidak berbuntut panjang.