Kuala Simpang-Penyelesaian sengketa lahan eks HGU PT Parasawita dengan warga dari empat desa di Kecamatan Bendahara dan Bandar Mulia, Aceh Tamiang, belum ada titik temu. Pengacara warga Chandra Darusman dari LBH Banda Aceh, justru menuding tim yang dibentuk yang dibentuk Pemkap berpihak pada perusahaan perkebunan, karena dalam pertemuan perdana dengan masyarakat langsung menyodorkan formulir untuk diisi yang intinya meminta warga mengakui telah menerima ganti rugi tahun 1999 dari PT Parasawita.
Pertemuan perdana tim penyelesaian sengketa lahan bentukan Pemkab Aceh Tamiang itu, telah duduk dengan masyarakat empat desa yaitu warga Desa Tengku Tinggi, Paya Rehat, Tanjung Lipat, Kecamatan Bendahara dan warga Desa Seunebok Aceh, Kecamatan Bendahara, pada Rabu (27/8).
Chandra Darusman dari LBH Banda Aceh, didampingi Rusli seorang Warga Kecamatan Bendahara, yang selama ini mendampingi warga empat desa dalam penyelesaian sengketa lahan itu kepada Serambi Minggu (31/8) mengatakan Tim bentukan Pemkab Tamiang dalam penyelesaian sengketa lahan eks PT Parasawita berpihak kepada perusahaan pemilik eks HGU perkebunan PT Parasawita yang kini dikuasai PT Rapala dengan menggiring warga agar mengakui bahwa mereka sudah menerima gantu rugi pada tahun 1999.
Menurut Chandra Darusmanm dalam pertemuan perdana itu masyarakat diminta mengisi formulir yang disediakan tim. Padahal dalam pertemuan pertama kali antara warga dengan tim pascawarga menduduki dan menuntut lahan eks HGU PT Parasawira seluas 144 hektar yang habis masanya tahun 2015, agar dikeluarkan dari HGU, yang kini sudah diperpanjang HGUnya atas nama PT Rapala hingga 30 tahun kedepan.
“Dalam pertemuan justru tim menyodorkan formulir untuk diisi bahwa warga pernah menerima ganti rugi lahan tahun 1999,”ujar Chandra Darussman. Yang disayangkan, tambah pengacara masyarakat itu, tim dari Pemkab mengundang masyarakat dari dua Kecamatan, hanya untuk memvalidkan data siapa yang sudah menerima ganti rugi dari PT Parasawita. Seharusnya tim fasilitasi sengketa yang dibentuk Pemkab bukan langsunng bicara ganti rugi, tapi bicara riwayat lahan dan subjek hak atas lahan dari tahun 1943 sampai tahun 1980-an.
Selain itu, kata kuasa hukum warga itu, tim dari Pemkab tidak pernah memberikan kesempatan kepada warga menunjukkan bukti bahwa lahan yang disengketakan milik warga, masyarakat datang langsung diberikan form pernyataan yang menyebutkan sudah menerima ganti rugi.
Copyrigth by : Serambi Indonesia